Raut wajah Abdullah (65), warga Dusun
Klanceng, Desa Ajung, Kecamatan Ajung, Jember, Jawa Timur, terlihat lelah sore
itu , Senin (23/9/2013).
Ia baru saja datang selesai
berbelanja untuk kebutuhan persiapan haji. "Sudah lama Mas menunggu?"
sapanya ramah.
Sehari-hari, dia adalah tukang becak
dengan penghasilan tak menentu. Bukan sekali dua kali, dia bisa pulang tanpa
membawa uang bila tak ada yang menggunakan jasanya.
"Setiap hari, biasanya saya
dapat Rp 15 ribu-20 ribu," kata Abdullah. Namun, pada 7 Oktober 2013, dia
akan menjadi salah satu calon jemaah haji yang bertolak ke Tanah Suci. Dia berangkat
dengan kelompok penerbangan 62 Jember.
Bukan karena mendapat durian runtuh,
Abdullah dapat berangkat ke Mekkah. Dia sudah memulai tekad bisa berhaji sejak
1987. Selama 26 tahun ini, dia tekun menabung. "Saya kalau nabung tidak
setiap hari, kadang tiga hari (sekali), bahkan jika tidak ada yang sisa menarik
becak, saya baru satu minggu menabung. Itu pun sekali menabung saya hanya Rp 25
ribu," kenangnya.
Ayah tiga orang anak ini mengaku
sudah lama menjadi tukang becak. Bahkan, sejak masih beranjak remaja, ia sudah
belajar mengayuh becak dari orangtuanya. "Kalau saya sih waktu belum lulus
SD sudah belajar ngayuh becak," ujar dia.
Niat Abdullah untuk menunaikan
ibadah haji rupanya terwujud. Pada 2009, dia mendaftar pemberangkatan haji ke
Kantor Kementerian Agama Jember. "Saat itu, saya mendaftar dengan uang Rp
25 juta," tutur dia.
Meski sudah mendaftarkan diri,
Abdullah tetap meneruskan kebiasaannya menabung. "Saya nabung terus karena
uangnya kan masih kurang (untuk ongkos haji)," ujar dia. Ketekunan itu
berjawab. "Kuncinya hanya satu, niatnya harus sungguhan dan selalu berdoa
kepada Allah SWT, lalu kita berusaha," pesannya.
No comments:
Post a Comment