Wednesday, May 23, 2012

PRO KONTRA PEMBANGUNAN TEMPAT WUDHU BARU DI MASJID GAPUK


Masjid seharusnya menjadi tempat bersatunya berbagai macam ragam budaya, manusia dan kepentingan untuk bersama-sama beribadah menundukkan kepala kehadirat Alloh SWT. Namun bila masjid Cuma dijadikan sebagai ajang untuk menunjukkan ego diri maupun kepentingan golongan maka akan timbul fitnah dan perpecahan di kalangan masyarakat dan dampaknya sangat luas sekali.


Segala hal yang berkaitan dengan  masjid bila itu bersifat besar seperti dalam hal pembangunan masjid atau perluasan atau penambahan sarana masjid seharusnya dilakukan dengan musyawarah mengajak semua lapisan masyarakat untuk berkumpul di masjid. Dalam musyawarah itulah kita bisa mengetahui apa keinginan sebagian besar masyarakat terhadap masjid kita, tapi dalam aplikasinya sering sekali  kita tidak menghiraukan keinginan masyarakat dan justru terkadang kita menganggap masyarakat masih bodoh tidak tahu apa-apa. Yang kita utamakan malah apa keinginan diri sendiri atau golongan apalagi kalau sudah merasa diri sebagai pengurus/panitia yang membidangi masalah masjid(walaupun jarang sholat berjamaah di masjid) kita akan merasa seperti punya kekuasaan(raja kecil dalam masjid.:D)

Kejadian seperti itulah yang terjadi pada pembangunan tempat wudhu baru yang berlokasi di sebelah utara masjid tepatnya ujung kiri bagian timur Masjid At Takrim Gapuk. Pembangunan tempat wudhu tersebut menjadi pro kontra dalam masyarakat Gapuk. Keinginan sebagian besar masyarakat Gapuk adalah ingin memperbaiki Kubah Masjid yang sudah rusak, bocor dan sudah miring. Keinginan masyarakat memang masuk akal karena bila di lihat dari luar akan kelihatan kubah masjid agak miring dan bila musim hujan apalagi hujannya lebat maka air hujan akan menggenangi ruangan masjid terutama bagian shaf depan. 

Melihat keadaan masjid yang seperti itulah yang menyebabkan masyarakat Gapuk menjadi prihatin dan memikirkan bagaimana caranya untuk memperbaiki masjid. Salah satu cara yang dilakukan oleh masyarakat Gapuk dalam mencari dana adalah dengan cara mengadakan pawai/arak-arakan setiap selesai Maulid Nabi Muhammad SAW dan dana yang terkumpul selama acara pawai tersebut bisa sampai 25 jutaan. Namun sungguh sangat di sayangkan, jerih payah dari masyarakat tidak di hargai oleh sebagian kecil masyarkat yang sudah “merasa memiliki kekuasaan” di masyarakat. Mereka justru membangun bangunan tempat wudhu yang belum sangat mendesak sekali, cukup dengan segelintir orang bermusyawarah di luar masjid maka mereka memutuskan apa yang akan di bangun. Setelah selesai dari musyawarah di luar masjid maka dicoba didesign agar bisa kelihatan seperti bermusyawarah beneran dengan cara mengajak masyarakat untuk bermusyawarah di masjid. Dan yang dibahas adalah apa yang sudah di putuskan terlebih dahulu. Musyawarah ini mirip seperti acara Opera Van Java(OVJ) aja. Lucunya bahan bangunan sudah dibeli dulu sebelum musyawarah di mulai dan pengurus pembangunan tempat wudhu yang dibentuk itu seperti dagelan belaka.

Belum sebulan pembangunan tempat wuhdu tersebut sudah terjadi pergantian  ketua panitia pembangunan masjid. Ketua yang di pilih mengundurkan diri dengan alasan setiap meminta dana kepada pengurus masjid selalu diberikan sedikit demi sedikit seperti orang yang tidak mempercayai dia sebagai ketua panitia. Keinginan ketua panitia ingin diberikan dana sesuai dengan anggaran agar panitia sendiri bisa mengatur langsung keuangan agar pembanguna berjalan dengan lancar tapi dari pihak pengurus masjid justru beralasan lain, dana yang dikucur sedikit demi sedikit karena dalam setiap penarikan uang dari bank tidak bisa langsung mengambil banyak karena menggunakan ATM. Alasan inilah yang di anggap mengada-ada, kalau mau ambil dana besar dari bank bisa langsung menggunakan buku Tabungan tidak perlu pakai ATM segala.

Sekarang ini pembangunan tempat wudhu itu berjalan tanpa ada ketua panitia pembangungan dan mungkin yang menjadi ketua panitianya sekarang  JIN bin TUYUL atau apalah….
Pembangunan tempat wudhu tetap berjalan walaupun tanpa ada ketua panitia dan peran serta seluruh masyarakat Gapuk, yang merasa punya kekuasaan mungkin mengikuti sebuah ungkapan “anjing menggonggong kafilah tetap berlalu”. Begitulah lakon sinetron yang selalu di pelihara oleh masyarakat wabil khusus yang sudah merasa memiliki kekuasaan di masyarakat Gapuk. Kapankah para generasi yang yang seperti ini tersadar dan bisa menunjukkan pribadi yang bisa menghargai keinginan masyakat banyak dan bisa melakukan musyawarah dengan mufakat setiap pembangunan masjid??? Walloohu a’lam bissawaab…..

No comments:

Post a Comment